Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Jumat, 9 Februari 2018, 10:00 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

“Mas, ayo bersepeda ke Candi Abang! ajak Dwi pada suatu ketika.

 

Walaupun aku hobi bersepeda, tapi ajakan istri tercintaku itu nggak serta-merta aku sambut mesra. Berbekal pengalaman berkali-kali bersepeda ke Candi Abang ditambah pengalaman mendampingi newbie-newbie yang dahulu terpancing dengan “keceriaan” SPSS , aku pun ngasih tahu Dwi kisi-kisi rute bersepeda ke sana,

 

“Yakin ke Candi Abang? Jauh lho! Dari rumah ke sana jaraknya sekitar 15 km. Pergi-pulang berarti sekitar 30 km.

 

Mendengar itu, Dwi yang baru punya pengalaman bersepeda paling jauh sampai Kotagede memasang wajah kusut. Tak cukup hanya kisi-kisi, aku pun menambahkan info krusial,

 

“Ke sana nanti harus lewat dua tanjakan lho! Tanjakan yang pertama sehabis lewat makam ibunya Mbah Gundul. Tanjakan yang kedua ya pas mendaki bukit sampai ke candinya.”

 

Medeni toh?

 

 

Pikirku, dengan omonganku itu Dwi bakal mengurungkan niat buat bersepeda ke Candi Abang. Lha wong menghadapi tanjakan jembatan Gembiraloka saja dia masih menggeh-menggeh, kok ya sudah berani-beraninya ngajak bersepeda ke Candi Abang? Memang sudah level berapa dengkulnya? #ngece

 

Akan tetapi, semua ocehanku itu sama sekali nggak membuat nyalinya ciut. Dwi tetap bersikukuh ingin menyambangi Candi Abang karena dia sama sekali belum pernah ke sana. Terlebih lagi, dia yakin kuat bersepeda ke sana dengan melontarkan pernyataan,

 

“Kan ke sananya pakai sepedanya Mbak Tia!”

 

Yang disebut dengan Mbak Tia nggak lain adalah Tiwul. Seorang gadis yang baru saja berhasil naik posisi menempati nama ketiga di kartu keluarga karena si mantan penghuni posisi nama ketiga sudah menikah dan membuat kartu keluarga baru.

 

Sedangkan sepedanya Mbak Tia adalah sepeda gunung (MTB) yang dikenal dengan nama Mrongos. Dulu, sepeda ini pernah berjaya menaklukkan berbagai rute bersepeda di Jogja sebelum pada akhirnya tergantikan oleh Trek-Lala karena adanya petisi di Facebook yang berjudul “Turunkan Wijna dari Mrongosnya!”. #ora.kalap

 

bersepeda di jalan tanjakan menuju situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Demi memuaskan hasrat sang istri, pada hari Sabtu (27/1/2018) kami pun bersepeda ke Candi Abang. Berangkat dari rumah sekitar pukul tujuh pagi. Rutenya lewat Blok O ke arah pusat Kecamatan Berbah.

 

Sepanjang perjalanan, aku sempat berhenti beberapa kali ngasih kesempatan Dwi buat melepas lelah. Tapi, pas aku tanya apakah capek, dia malah bilangnya belum capek!

 

Hmmm, ternyata lumayan juga staminanya. Apalagi, pas melewati tanjakan sehabis makam Ibunya Mbah Gundul dirinya nggak ngos-ngosan. Sepertinya, dengkulnya sudah level up ini.

 

Singkat perjalanan, tibalah kami di dasar bukit yang mana di puncaknya terdapat Candi Abang. Inilah tontonan seru yang aku nanti-nanti ! Umumnya setiap pesepeda pemula yang melewati jalan menanjak ini pasti bakal menuntun sepedanya, hehehe.

 

Ternyata Dwi pun termasuk di golongan tersebut! Hohoho.

 

menuntun sepeda di tanjakan ke arah situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Bersepeda di jalan yang menanjak ini membangkitkan kenangan delapan tahun silam. Tepatnya pada hari Sabtu tanggal 16 Januari 2010 yang bertepatan dengan agenda SPSS bersepeda ramai-ramai ke Candi Abang.

 

Dulu jalan menanjak ini wujudnya masih jalan cor semen yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Sekarang sudah diaspal halus dan muat untuk lewat mobil.

 

kondisi jalan tanjakan ke candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada zaman dulu

 

Satu-satunya ruas jalan menuju Candi Abang yang selama delapan tahun belum berubah adalah ruas jalan berbatu setelah mengambil belokan ke kiri di pertigaan dekat area parkir kendaraan bermotor. Aku sih berharap supaya di masa mendatang ruas jalan ini tetap lestari dikelilingi hutan rindang.

 

Eh, di ruas jalan yang bermedan off road ini wajar kok bila sepeda dituntun, karena kan berbatu-batu, licin, dan becek.

 

jalan hutan menuju situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

lapangan luas untuk berkemah di dekat situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

cabang jalan hutan menuju situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

cewek cowok foto dengan sepeda di lapangan situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Sekitar pukul sembilan pagi, akhirnya kami tiba di Candi Abang. Senang juga melihat istri tercintaku ini tersenyum sumringah berhasil bersepeda ke sini, hehehe.

 

“Mas, sepedanya dibawa naik ke puncak?” tanya Dwi.

 

“Weh! Jangan! Kalau ketahuan petugas BPCB bisa dimarahin kamu! Kamunya saja yang ke atas, sepedanya diparkir di bawah.”

 

siluet cewek lompat di puncak candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Candi Abang sendiri nggak banyak berubah sejak kunjunganku terakhir pada tahun 2015. Candi ini masih berupa gundukan bukit hijau asri yang di puncaknya tersaji indahnya bentang pemandangan alam Sleman, Bantul, dan Gunungkidul. Apalagi cuaca pada saat itu juga cerah, bagus buat foto-foto.

 

“Coba kamu lihat yang di situ itu bangunan apa?” tanyaku ke Dwi.

 

"Hmmm... bangunan apa itu ya Mas?"

 

Weh, ternyata dirinya masih belum kenal sama bangunan-bangunan ikonik di Yogyakarta.

 

cewek pakai jilbab berfoto di puncak candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Oh iya, yang berbeda dari Candi Abang sekarang ini adalah keberadaan lubang-lubang ekskavasi. Dengar-dengar dari kawan Goes Moakh, katanya tahun 2017 silam Candi Abang mulai diteliti oleh sejumlah arkeolog.

 

Yah, semoga saja penelitian Candi Abang berjalan lancar dan membawa hasil yang menggembirakan.

 

Aaamiin.

 

lubang galian ekskavasi penelitian arkeologi purbakala di situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

penemuan batu bata kuno di situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

perbandingan ukuran batu bata kuno dengan tangan pria dewasa di situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Selain itu, hal yang agak berbeda dari Candi Abang adalah sepinya pengunjung. Sewaktu kami datang ada enam muda-mudi di lokasi. Tapi, nggak seberapa lama mereka pergi. Sampai kami meninggalkan lokasi nggak satu pun pengunjung yang datang.

 

Padahal, dulu pada tahun 2015 Candi Abang ini ramai banget. Sepeda motor memenuhi parkiran dan ada banyak warung di sekitar candi. Kalau sekarang parkiran sepi dan bangunan warung jadi terlantar. Apa mungkin orang-orang sudah bosan menyambangi tempat yang sering muncul di Instagram ini ya?

 

Tapi ya baguslah. Dengan begitu Candi Abang bisa kembali menjadi “sakral” seperti dulu pada tahun 2010.

 

pemandangan dedaunan di situs candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Nggak terasa jarum jam sudah bergeser ke pukul sepuluh siang. Setelah sekian lama bersepeda ditambah foto-foto keliling-keliling Candi Abang, Dwi tumbang juga di gubuk di dekat papan informasi candi.

 

Weh, bakal repot ini seumpama dirinya nggak kuat bersepeda pulang. Jarak ke rumah kan masih 15 km lebih.

 

“Mas, bisa nggak kalau aku pindah ke sini aja?” pintanya.

 

“Maksudnya?” tanyaku memastikan.

 

“Pindah tinggal di gubuk sini aja. Anginnya semilir. Enak buat tidur.”

 

HADUH! Istriku lebih senang tidur di gubuk daripada di kamar. #hiks

 

cewek tiduran di pendopo dekat papan informasi candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Setelah memperbaiki rantai Mrongos yang longgar, kami pun meninggalkan Candi Abang untuk pulang ke rumah sekaligus mencari sarapan, hehehe.

 

Oleh karena Dwi berulang kali menyatakan bahwa bersepeda ke Candi Abang itu nggak capek, aku pun bertanya,

 

“Gimana kalau habis ini dilanjut bersepeda ke candi di bukit sana?”

 

Melihat penampakan candi di puncak bukit yang aku maksud, Dwi pun menjawab tegas,  

 

“Nggak mau! Kamu sendiri aja Mas yang ke sana!”

 

candi ijo di puncak bukit dilihat dari candi abang, berbah, sleman, yogyakarta pada Januari 2018

 

Hahahaha. Rupanya Dwi nggak berambisi bersepeda ke Candi Ijo.


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!
  • REZA NURDIANA
    avatar komentator ke-0
    REZA NURDIANA #Minggu, 18 Ags 2019, 11:18 WIB
    Wehehehe, baru baca ini. Keren Mba Dwi
    bisa nyepeda sampai Candi Abang! Aku juga
    pingin punya sepeda.
    Semoga Mas Bojo segera belikan :(
  • IMAN
    avatar komentator ke-1
    IMAN #Jumat, 5 Okt 2018, 20:40 WIB
    ciihhh skrg dah ada permaisurinya yg siap nemenin mblusok kemana aja ni jdi nambah seru..hehe..dah lama ngak mampir blog ternyta yg pya dah nikah slamet ya bos...😊😊..btw kpn ni bisa mblusuk bareng???
  • MUHAIMIN
    avatar komentator ke-2
    MUHAIMIN #Minggu, 25 Feb 2018, 23:34 WIB
    Jadi inget, pertengahan 2017 aku juga pernah gowes ke Candi Abang. Waktu itu salah jalan, malah lewat Watu Ondo.
    Alhasil harus nuntun deh sampai puncak. Lemes.....
    Hihihi, nuntun sepeda hitungannya juga olahraga kok Bro. :D
  • ANGGA
    avatar komentator ke-3
    ANGGA #Senin, 19 Feb 2018, 10:11 WIB
    Ane jadi keinget waktu tahun 2015 pas gila-gilanya nyepeda sama temenku.. berangkat dari Pundong pukul 22.30 WIB lewat jalur Pleret - Banyakan - Piyungan - Jalan Wonosari.. Kemudian tidur di masjid selatan jalan deket pom bensin.. Habis subuh baru berangkat ke Candi Abang hahaha..

    Coba kalau Mbak Dwi nyepedanya mulai dari pundong.. paling langsung melambai ke kamera haha..

    Kira-kira aku kapan diajak mblusuk sama sepasang petualang ini ya? :D
    Hahaha, kalau start-nya dari Pundong cen luwih rekoso banget. Sayang e nang Pundong ra ono sepeda sing nggenah je...
  • RINI
    avatar komentator ke-4
    RINI #Selasa, 13 Feb 2018, 19:00 WIB
    Kalau lagi capek-capeknya, aku pasti blusukan ke Mblusuk nemuin kalian. Ahaha.
    Selalu ada artikel tentang kami berdua setiap bulannya Rin. :D
  • GALLANT
    avatar komentator ke-5
    GALLANT #Senin, 12 Feb 2018, 21:37 WIB
    Bahahaha. Mbak Dwi asli kocak banget. Kalian cocok wes. :)))))
    Wekekeke, nuwun Lan. :D
  • DWI SUSANTI
    avatar komentator ke-6
    DWI SUSANTI #Minggu, 11 Feb 2018, 08:39 WIB
    Tadinya udah semangat ngetik-ngetik nge-draft nulis ini. Kemudian diduluin posting itu kok rasanya nganu ya T.T
    Masnya hobi nikung ya? :(

    Jangan lagi deh ngremehin aku lewat tanjakan A, B, C, kan ada \"the power of nuntun\"?
    Wekekekeke, dirimu kebanyakan mainan medsos sih. :p

    Lha, ke Candi Ijo aja ogah og, hehehe. :p
  • OKI
    avatar komentator ke-7
    OKI #Minggu, 11 Feb 2018, 00:13 WIB
    Sial! Baru nemu blog ini setelah sekian lama tinggal di Jogja. Keren bener Mas blog sampean. Update terus ya Mas. Jangan sampe ga update, aku pokoke baca! Penting tenan blog iki.
    Hihihi, matur nuwun sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. InsyaAllah tetap update kok kalau selo, hehehe. :D
  • WARM
    avatar komentator ke-8
    WARM #Sabtu, 10 Feb 2018, 09:38 WIB
    Pas baca paragraf awal, sudah pengen ngasi ide untuk njajal Candi Ijo. Eh, sudah ada saran di paragraf akhir ternyata, hehehe.
    Seneng juga liat njenengan punya istri Mas. Jadi fresh apdetan blognya. Nggak cuma berisi postingan-postingan jadul hahaha.
    Btw, teteplah posting Mas. Nggak usah pasang target sampe berapa kemaren itu. Ntar bacaan saya berkurang. Dosa lho njenengan lho!
    Hahaha, ini artikel terbit juga dulu-duluan sama istri Om. Kalau aku InsyaAllah masih rutin nerbitin artikel baru Om. Sebulan 5-6 artikel gitu. Ya, setiap minggu dicek aja pasti ada yang baru, hehehe. Tulisan-tulisan tahun kemarin ya belum semuanya terbit. :D