Tujuh tahun adalah waktu yang tak bisa dibilang singkat. Akan tetapi, bagiku peristiwa-peristiwa yang terjadi pada rentang waktu 7 tahun itu seakan baru kemarin berlalu.
Ah, mungkin itu karena aku punya hobi motret. Dengan kata lain, hobi menjejali hard disk dengan ribuan file-file foto. Efek sampingnya, hard disk backup kian menumpuk.
Cukup klak klik klak klik, foto-foto peristiwa di masa lampau pun tampil kembali. Demikian pula dengan otak yang turut memutar rekaman kenangan berjudul nostalgia.
Sayangnya, belum lama ini Facebook rupanya turut andil memicu rasa kangen bagi sebagian orang lewat penayangan foto-foto lama berikut,
Tujuh tahun lalu. Pada bulan Januari tahun 2010. Sekumpulan orang-orang berjiwa muda yang tinggal di Jogja dan suka sepedaan bersama-sama bersepeda ke Gunung Api Purba Ngelanggeran. Mereka inilah personil-personil yang menjalin pertemanan di bawah naungan bendera Sabtu Pagi Sepeda Santai (SPSS).
Boleh dibilang, sebagian isi blog Maw Mblusuk? ini adalah rekaman kenanganku saat bersepeda bersama mereka. Pembaca cari saja artikel dengan kata kunci SPSS di kotak pencarian.
SILAKAN DIBACA
Dan ya... tujuh tahun sudah berlalu semenjak bulan Januari tahun 2010. Artikel ini ditulis pada pertengahan bulan Januari tahun 2017.
Terkait dengan penayangan foto saat ber-SPSS ria ke Nglanggeran seperti di atas itu, beberapa kawan lantas mengagendakan rencana untuk kembali ber-SPSS pada Januari 2017 ini.
Tapi jelas kami sudah tidak lagi sama seperti saat 7 tahun yang lampau itu.
Ada yang sudah pindah dari Jogja.
Ada yang sudah menikah.
Ada juga sih yang masih lajang. #eh
Alhasil, mengulang kembali agenda bersepeda ke Nglanggeran seperti 7 tahun silam sepertinya harus dibungkus rapat-rapat. Jangankan Tanjakan Patuk, lha wong bersepeda menyusuri Jl. Wonosari sampai Pasar Piyungan saja sudah menggeh-menggeh kok?
Oleh sebab itulah pada hari Sabtu (14/1/2017) yang lalu, admin Facebook Page SPSS (yang jati dirinya dianggap misterius ) menggelar agenda SPSS dengan rute yang ramah anak kecil dan balita.
Tapi jujur, sebetulnya aku agak skeptis dengan ide ini.
Gimana mungkin anak kecil dan balita bisa diajak sepedaan?
Gimana nanti jika di tengah perjalanan mereka melakukan sesuatu yang di luar kendali?
Yah...
Mungkin aku mikir seperti itu karena aku minim pengalaman dalam domain anak kecil dan balita. Kalau aku ingat-ingat, Bapak dan Ibu dahulu baru benar-benar memperkenalkan aku dengan sepeda saat aku SD.
Selain perkara anak kecil dan balita, aku juga skeptis dengan niatan bersepeda kawan-kawan yang sudah berkeluarga. Separah-parahnya, aku anggap mereka itu sudah “menggantung frame” untuk selama-lamanya.
Lagi-lagi ya. Aku mikir seperti ini mungkin karena aku belum menikah, berkeluarga, dan punya anak.
Pagi itu, saat mereka satu per satu menampakkan diri di pelataran diorama Tugu Pal Putih, rasa skeptis itu perlahan terangkat dan berganti dengan rasa senang, kagum, khawatir, yang semuanya bercampur aduk jadi satu.
Senang, karena setelah sekian lama kami bisa bersepeda bareng lagi.
Kagum, karena mereka berani mengajak turut anaknya yang masih kecil.
Khawatir, karena gimana nanti kalau ada apa-apa di tengah perjalanan?
“Anakku mana?”
Itu yang ditanyakan oleh Indomie Goreng sesaat ketika menjumpai Aku, Hertanto, Kang Sigit, Kang Dani Wawan, dan Kang Supri Plat AB di pelataran diorama Tugu Pal Putih.
Selang beberapa saat kemudian datanglah Paklik Turtlix dengan Halo duduk di kursi boncengan depan. Disusul oleh Mas Yohan dengan Kaio di boncengan belakang.
Mendadak ingatanku terbang ke malam di penghujung bulan Desember tahun 2013. Saat berniat mengutarakan “salam perpisahan” pada pasangan yang telah memperkenalkanku dengan pertemanan bersepeda di Jogja aku malah mendapat balasan,
“Nanti anakku diajak sepedaan bareng lah!”
Sampai beberapa hari yang lalu aku menganggap kalimat itu hanya sebatas kelakar. Tapi, kok ya ndilalah benar-benar kejadian? Apa takdirnya anak sepeda memang seperti ini ya?
SILAKAN DIBACA
Pukul 7 lebih sedikit. Hujan akhirnya berhenti mengguyur kawasan Tugu Pal Putih.
Setelah memastikan Goes Moakh bakal menyusul ke TKP dan Mbah Gundul mengkondisikan cuaca dari Joglo Kopi #eh, kami pun bersepeda menuju Pasar Ngasem. Namanya juga rute ramah anak dan balita. Jadi ya yang dekat-dekat saja dong!
Di perempatan lampu lalu lintas selepas menyeberangi rel kereta Stasiun Tugu kami bersua dengan Om Roni. Beliau termasuk pesepeda veteran di Jogja. Salut, karena di usianya yang semakin senja (sepertinya sudah kepala 7 akhir) beliau masih aktif bersepeda. Semoga tetap sehat ya Om!
Sejauh ini, perjalanan bersepeda menyusuri Jl. Margo Utomo (dulu Jl. P. Mangkubumi) – Jl. Malioboro – Jl. Margo Mulyo (dulu Jl. Ahmad Yani) – Jl. Pangurakan (dulu Jl. Trikora) berlangsung mulus. Kekhawatiranku terkait anak-anak yang dibonceng bersepeda itu tidak terjadi. Halo dan Kaio duduk anteng tanpa mengganggu konsentrasi orangtuanya.
Hmmm, apa mungkin mereka sudah dibiasakan dengan sepeda ya?
Kami tiba di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta. Paklik Turtlix mengarahkan kami untuk menggiring sepeda “naik” ke alun-alun.
Paklik Turtlix kemudian turun dari sepeda. Ia membuka tas besar yang dipinggulnya. Aku pikir dirinya hendak mengambil pernak-pernik untuk Halo. Tapi ternyata, benda yang ia keluarkan dari dalam tas benar-benar di luar dugaanku...
Tas besar yang ia panggul rupanya berisi drone! Bukan botol susu, biskuit, atau popoknya Halo. Weh....
Pada awal-awal bersepeda bersama SPSS pada tahun 2010, Pakliklah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan GPS (mereknya Garmin kalau nggak salah). Di tahun 2017 ini dirinya memperkenalkan penggunaan drone. Wew...
“Drone plat merah ini!”
Hooooo! Rupanya inventaris kantor. Bukan milik Paklik pribadi.
Kalau dipikir-pikir, seru juga ya kalau membawa drone pas sepedaan? Bisa memotret bahkan merekam video dari langit.
Tapi ya mikir-mikir juga dengan harganya. Drone yang dibawa Paklik ini katanya seharga motor Honda Supra! Duh! Kapan ya Drone bisa murah?
Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta merupakan salah satu tempat yang cocok buat “mainan” drone. Soalnya di alun-alun utara kan bebas dari pohon besar dan kabel listrik. Ini karena drone DJI Phantom yang dibawa Paklik punya fitur unik, yaitu bisa terbang mengikuti obyek sasaran! Woooooh....
Karena fitur unik itu pula jadinya bisa membuat rekaman video seperti di bawah ini!
Di alun-alun utara ini anggota rombongan dilengkapi oleh kehadiran Goes Moakh. Karena anggota rombongan dirasa sudah lengkap kami pun “berfoto keluarga”.
Eh iya, di belakang kami berfoto keluarga itu ada seorang wanita berjilbab yang tingkah lakunya mengundang tanda tanya. Dia seperti menunggu seseorang yang datang dari dalam bangsal keraton. Mungkinkah ia menunggu kemunculan Ngarso Dalem?
Dari Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta kami bergerak menuju pemberhentian terakhir yakni Pasar Ngasem. Rencananya di sinilah kami bakal sarapan sambil ngobrol ngalor-ngidul berbagi cerita.
Jujur, aku juga baru tahu kalau di dalam kawasan Pasar Ngasem ini ternyata ada warung makan yang lumayan enak. Ini warung langganannya Indomie Goreng. Letaknya ada di ujung paling kiri (timur) begitu memasuki Pasar Ngasem.
Menu yang disajikan adalah masakan rumahan Jawa khas Yogyakarta seperti brongkos, sambal krecek, opor, tumis kentang, soun goreng, dll. Pengunjung dibebaskan mengambil lauknya sendiri sesuai porsi yang dikehendaki.
Pada waktu itu aku sarapan pakai nasi + brongkos + tumis genjer + pepes ikan tuna dengan harga total Rp16.000. Minumnya jeruk panas Rp3.000 dan kerupuk Rp1.000. Rasa pepes ikan tunanya di lidahku mencetak skor 7.5 dari 10. Lumayan lah ya.
Pukul 9 lebih beberapa menit. Sarapan selesai. Demikian pula agenda SPSS pada hari ini.
Bersama-sama kami kembali lagi bersepeda menuju Tugu Pal Putih. Di sanalah kami kemudian berpisah menuju tujuan masing-masing. Aku sendiri melanjutkan perjalanan bersepeda ke Sarang Penyamun ditemani Goes Moakh. Lanjut mengerjakan ratusan baris koding.
Sabtu di bulan Januari tahun 2017 ini tidak sama seperti Sabtu di bulan Januari 2010.
Sabtu di bulan Januari tahun 2017 diguyur hujan tidak seperti Sabtu di bulan Januari 2010.
Sabtu di bulan Januari tahun 2017 tidak seluang Sabtu di bulan Januari 2010.
Apa pun Sabtu yang kelak kita jalani di kemudian hari semoga kita bisa kembali dipertemukan dalam kesempatan untuk bersepeda bersama.
Terima kasih telah mengingatkanku tentang asyiknya bersepeda bersama-sama.
It is always be a pleasure to bike with all of you.
Because we’ll never bike alone....
Until next time!
NIMBRUNG DI SINI
Coba pas gowes di shoot pakai drone .. apalagi kalau pas gowes di pesawahan. :)
Soal bawa anak bikin repot, itu sebetulnya hanya masalah pembiasaan aja. Kalau orangtuanya sudah luwes dengan anaknya, anak dibawa naik gunung pun jadi.
Asyik dong habis muter-muter makan-rame-rame.
Ngeliat SPSS reuni... sedih karena gak bs ikut reunian...hiks. Bener katamu Wij... kayak berasa baru kemarin kita nyepeda bareng ke Nglanggeran.
Ternyata udah 7 tahun berlalu...