Nasi Rebus atau Sego Godhog?

Kalau nasi direbus jadinya apa ya? Ya tetap jadi nasi lah! Kalau ada yang bilang jadinya bubur, itu kan nama lain dari nasi yang lembek aja. Soal lembek atau kerasnya nasi, jelas itu tergantung dari gigi yang mengunyah. Tak usahlah dibahas lebih jauh.

Namun faktanya, ada santapan bernama nasi rebus. Seketika itu pula, langsung muncul tanda tanya. Nasi kan sudah lembek, buat apa direbus?

Tanda tanya itu terjawab di warung Bakmi Gilang I yang letaknya di Jl. Samas, Bantul, DI Yogyakarta. Sekitar 3 km ke arah selatan dari pertigaan Palbapang. Di sana tersedia menu andalan nasi rebus. Bisa ditebus seharga Rp7.000 saja. Berhubung ini kuliner Jawa, harap maklum bila namanya beralih jadi sego godhog.

Sego Godhog dengan teh poci = nyammm!!!

Ada yang bilang, kuliner itu hasil dari kompromi. Maksud hati ingin makan bakmi rebus. Namun perut menolak bersantap tanpa nasi. Alhasil, muncullah menu sego godhog.

Namun sego godhog tak hanya nasi yang berenang di kuah bakmi rebus. Pelengkapnya; suwiran kubis, potongan mentimun, dan taburan kacang tanah goreng. Satu yang pasti, cara memasaknya tak boleh sembarangan. Itu sebabnya, tak mudah kita temui warung yang menyajikan sego godhog.

Saya percaya pada kualitas lidahnya.

Perihal citrasa, saya serahkan saja kepada Goes Moakh. Sahabat SPSS bertubuh tambun, dan tentu doyan makan. Berikut adalah petikan ulasan yang termuat di akun facebook miliknya.

Penampilan : (gak monoton)

Rasa : (kurang pedes, kesan pertama gak dapet)

Harga : (standar lah...)

Kalau sepeda pas hujan ya pakai mantel, tapi tetep narsis!

Oh iya! Itu aku singgung nama SPSS, sebab 14 sahabat SPSS berkunjung di warung Bakmi Gilang I pada hari Rabu (20/1/2010). Yang jelas seru, sebab kita bersepeda malam hari, di bawah guyuran hujan lebat dan memakan waktu sekitar 3 jam. Eh, kelakuan yang ini jangan sering-sering ditiru yah.

Jadi, apa Pembaca punya ide bersantap nasi rebus? Semacam nasi dicampur kuah mie instan gitu?