
Dalam berbagai literatur sejarah nasional, tersebutlah suatu peristiwa bersejarah bernama Serangan Umum 1 Maret 1949. Secara garis besar, peristiwa tersebut merupakan serangan rakyat Yogyakarta kepada pihak Belanda terkait dengan pendudukan kota Jogja.
Peristiwa tersebut sangat memiliki arti dalam perjuangan Republik Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan. Sebab, peristiwa tersebut membuktikan kepada dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia adalah pasti. Sekaligus bahwa rakyat Yogyakarta are still alive and kickin’. Hehehe.
Berfoto bersama di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949.
Apa yang terjadi di Kota Jogja pada hari Minggu pagi (1/3/2009) silam, seakan-akan menceritakan kembali apa yang pernah terjadi di kota ini 60 tahun silam. Bedanya, kini Kota Jogja diserbu oleh pasukan sepeda dari empat penjuru mata angin. WOW!
Akibat dari penyerbuan besar-besaran tersebut, Kota Jogja dipadati oleh ributnya dering bel sepeda. Dari mulai sepeda onthel klasik sampai sepeda federal generasi terkini tumpah ruah di kota Jogja. Tepatnya di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jl. Ahmad Yani. Ternyata, sepeda juga bisa macet kota juga toh? Hahaha.
Titik nol kilometer Yogyakarta, penuh sesak dengan pesepeda!
Komunitas Bike 2 Work Yogyakarta turut meramaikan acara ini.
Pak Ngadiran yang Nyentrik
Di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, para pengunjung dihibur oleh deklamasi puisi dan renungan perjuangan kemerdekaan di panggung yang telah disiapkan oleh panitia. Di kesempatan ini pula aku bertemu dengan salah seorang pengendara sepeda yang unik. Sebetulnya aku sudah sering menyasikan beliau di berbagai event kebudayaan di kota Jogja. Tapi, baru kali ini aku menyempatkan diri untuk ngobrol dengan beliau.
Beliau adalah Pak Ngadiran. Domisilinya di utara Monumen Jogja Kembali. Beliau ini sudah hobi bersepeda sejak kecil. Yang unik dari sepeda onthel tua milik beliau adalah sepeda ini dihias sedemikian rupa dengan berbagai ornamen, seperti bendera Sangsaka Merah Putih, kliping koran, boneka, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, kostum yang dipakai beliau, terutama helm motornya pun penuh dengan ornamen-ornamen.
Pak Ngadiran yang nyentrik.
Saat aku tanya apa alasan beliau mendekorasi sepedanya seperti itu, beliau menjawab itu karena sepeda onthel miliknya sudah tua. Alhasil, perlu didandani agar tampak lebih menarik. Wah, kalau dandanannya seperti ini sih namanya menarik perhatian Pak, hahaha.
Aku dan Pak Ngadiran lantas ngobrol ngalor-ngidul. Mulai dari sepeda-sepeda zaman dahulu hingga pemilu legislatif yang akan digelar April mendatang. Satu yang beliau inginkan adalah kembali menyaksikan sepeda berjaya di Kota Jogja seperti di masanya muda dahulu.
Sikap yang nyentrik bukan menandakan orang itu harus dijauhi. Dari Pak Ngadiran misalnya, aku mendapatkan pelajaran berharga tentang hidup. Hal-hal semacam ini yang selalu kucari untuk menambah wawasanku mengenai hidup. Dan salah satu alasan mengapa aku selalu cerewet, ingin ngobrol dengan orang.
Ziarah ke Taman Makam Pahlawan
Setelah acara di Monumen Serangan Umum 1 Maret selesai, acara dilanjutkan dengan ziarah ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara. Tentu saja para peserta lantas mengayuh sepeda ke sana. Termasuk di antaranya adalah Walikota Jogja, Pak Herry Zudianto.
Sebelum berziarah, para pesepeda mengikuti upacara singkat yang dipimpin oleh Pak Walikota. Wah, rasanya sudah lama banget aku nggak ikut upacara formal seperti ini. Jika berziarah ke Taman Makam Pahlawan, jangan lupa untuk mengunjungi makam Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Upacara dahulu sebelum berziarah ke makam para pahlawan bangsa.
Nisan Jenderal Soedirman yang sederhana. Sebetulnya, tempat ini tertutup untuk umum.
Di Taman Makam Pahlawan ini aku juga bertemu dengan PODJOK, yaitu komunitas onthel kota Yogyakarta. Untuk memeriahkan acara ini, para anggota PODJOK berdandan layaknya orang-orang tempoe doeloe.
Komunitas Podjok dengan dandanan tempoe doeloe.
Oh ya, selama mengikuti acara ini aku nggak sendirian karena ditemani oleh teman SMA-ku bernama Bagas. Dia ini mahasiswa FEB UGM. Rasanya seperti reuni, karena baru sekali ini aku ketemu teman SMA-ku di kota Yogyakarta.
Aku reuni dengan Bagas.
Jadi, nantikan terus artikel petualanganku ya Pembaca! Karena dengan sepeda aku jadi bisa blusukan ke mana-mana.
Mari kita budayakan bersepeda, untuk menyehatkan tubuh dan mencegah pemanasan global. Setidaknya, ini langkah konkrit yang bisa kulakukan untuk negeri dan bumi ini.
NIMBRUNG DI SINI
kalau busak blusuk pakai sepeda,jangan lupa calling saya .sudah lama aku cari komunitas petualanga sperti ini.
mas Wijna,aku tunggu di 0812 1000 9341.matur nuwun.
1. Jiwa Petualang
2. Jago Fotografi
3. G takut panas & capeek
4. Ad bakat nulis juga
5. Punya sepeda balap..He
cocok tuch jadi wartawan.. Iseng2 berhadiah..
Bisa jd sumber penghasilan & mengembangkan diri jg..
Tertarik?? :)