Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Minggu, 5 Mei 2019, 19:05 WIB

Di SPBU Nanggulan, kami nggak langsung pergi setelah mengisi penuh bensin sepeda motor. Agar lebih yakin, bertanyalah diriku kepada istri terlucyu.

 

“Jadinya, lewat (dusun) Tompak atau lewat tanjakan beringin?”

 

“Lebih dekat mana?” Dwi bertanya balik.

 

“Ya, lewat tanjakan beringin sih....”

 

“Ya sudah lewat sana saja. Bismillah, semoga (sepeda motornya) kuat.”

 

Wew....

 

perempatan kenteng nanggulan

 

Alhasil, sesuai kehendak sang istri, sepeda motor pun digas balik ke perempatan Kenteng. Selanjutnya, berbelok kiri ke arah Pasar Kenteng, lurus terus mengikuti bentang jalan aspal.

 

Nggak seberapa lama setelah melewati Pasar Kenteng, satu per satu tanjakan jahanam datang menyapa. Jikalau ke sini naik sepeda, jelas bakal banyak adegan menuntunnya.

 

Karena sekarang naiknya sepeda motor, jadi ya tanjakan jahanamnya lewat-lewat saja. Untung dua minggu yang lalu sepeda motornya baru masuk bengkel. Tapi, ya lama-lama mesin sepeda motor mulai menderu kepayahan.

 

 

Oleh karena sudah berkali-kali bersepeda melewati ruas jalan ini, jadinya aku hapal di mana saja spot yang menanjak banget, agak menanjak, jadi menurun, dsb. Untuk tanjakan beringin terjal yang patut diwaspadai itu, salam pembukanya adalah keberadaan pagar besi pembatas jalan.

 

Beberapa puluh meter sebelum melewati pagar besi, terlewatilah satu mobil sedan yang kepayahan menanjak. Wah, pertanda buruk ini. #eh

 

Betul toh! Sepeda motor yang kami tunggangi gagal menuntaskan tanjakan! Mungkin ya hanya berhasil menanjak sekitar 200 meter sebelum pada akhirnya lajunya... berhenti… mandek greg!

 

jalan tanjakan bibis sekaro girimulyo

 

Jadi, ya... demi meringankan beban sepeda motor, sang istri turun lalu berjalan kaki. Raut wajahnya tak lagi lucyu melihat aku memacu sepeda motor meninggalkan dirinya jauh di belakang.

 

Eh? Kenapa nggak Dwi yang naik sepeda motor sedangkan aku yang jalan kaki ya?

 

Dwi bilang supaya maju aku terus, nggak perlu menunggu-nunggu dirinya. Karena diperintah demikian, aku pun maju lagi, lalu berhenti di jarak yang agak jauh, di muka jalan setapak di dekat tikungan.

 

tikungan tanjakan beringin bibis sekaro

 

Jadi, ruas jalan tanjakan beringin ini tersusun dari

 

  1. tanjakan curam panjang,
  2. tikungan ekstrem, dan
  3. tanjakan yang lebih landai.

 

Nah, di lembah hutan di dekat titik tikungan ekstrem itu tumbuh pohon beringin besar. Nuansanya agak-agak mistis pula. #eh

 

Karena wilayah ini berada di Dusun Sekaro dan hanya ada satu pohon beringin besar yang tumbuh di dekat tanjakan, jadi jikalau menyebut nama

 

Pohon beringin di tanjakan Dusun Sekaro  

 

Besar kemungkinan warga Desa Giripurwo (pada khususnya) atau warga Kecamatan Girimulyo (pada umumnya), bakal menunjuk pohon beringin yang tampak pada foto di bawah ini.

 

pohon beringin raksasa tanjakan bibis sekaro

 

Sambil menunggu sang istri selesai menggeh-menggeh , aku menuruni jalan setapak yang mengarah ke dasar pohon beringin. Oh, betul ternyata! Sesuai kabar yang aku dengar, di dasar pohon beringin terdapat sendang alias mata air.

 

Biasanya, kalau bertemu dengan mata air aku melakukan ritual membasuh wajah. Tapi, sepertinya kali ini nggak usah dipraktikkan dulu deh. Soalnya, airnya keruh! #duh

 

Semoga air yang keruh ini karena pengaruh bebatuan. Bukan karena kotor bekas cucian warga. Di pinggir-pinggir kolam terlihat kemasan sabun cuci piring dan detergen.

 

Oh iya, jumlah mata airnya ada dua.

 

mata air pohon beringin sekaro

mata air pohon beringin bibis

 

Aku nggak bisa berlama-lama mengamati mata air karena sang istri sudah duduk di jok depan sepeda motor dengan raut wajah bete. Dia menunggu aku karena kunci sepeda motornya aku bawa.

 

Itu artinya, kali ini giliran Dwi yang naik sepeda motor, sementara aku berjalan kaki di tanjakan.

 

 

Jadi, besok-besok jangan lewat tanjakan beringin di Dusun Sekaro ini ya?

 

Eh, rupanya sang istri masih penasaran. Suatu hari nanti dia kepingin lewat tanjakan ini lagi dengan posisi dia yang mengendarai sepeda motor.

 

Siapa tahu sebetulnya tanjakan ini bisa dilalui dengan sepeda motor matic yang ditunggangi dua orang. Perkara Minggu siang (9/12/2018) ini gagal menanjak, mungkin utamanya disebabkan karena si suami yang mengemudikan sepeda motor baru anyaran memiliki SIM C.

 

 

Nasib... nasib... keluyuran di wilayah barat laut Kabupaten Kulon Progo kok ya banyak jahanam tanjakannya?


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!

  • avatar komentator ke-0
    #Senin, 15 Nov 2021, 08:39 WIB
    alhamdulilah kemaren naik sepeda sampai pohon beringin tidak nuntun hanya berhenti dua kali, tanjakannya jahanam hahahahaha
  • ANISA
    avatar komentator ke-1
    ANISA #Sabtu, 1 Ags 2020, 20:03 WIB
    Emang menurut saya sana yahud mas,
    apalagi Kaligesing ke atas.
  • DWI SUSANTI
    avatar komentator ke-2
    DWI SUSANTI #Senin, 6 Mei 2019, 13:48 WIB
    Tiba-tiba menggeh-menggeh dan kzl pas lihat lagi fotoku jalan kaki dari bawah ituuu :(
    Huhuhu, sabar ya Laaaav.
  • LINTANG KENES
    avatar komentator ke-3
    LINTANG KENES #Senin, 6 Mei 2019, 13:10 WIB
    Untung tidak bocor juga ban motornya Mas.

    Masalah mandeg Greg pas nanjak, mungkin teknik pengegasan sampean wae sing kurang tepat mas. Maaf bukan maksud menggurui, karena pengalaman pribadi saja ini.
    Iyo, maklum masih anyaran bisa megang motor Mbak, hehehe.